2016

Sabtu, 01 Oktober 2016

Ciri Anak Berbakat Menjadi Musisi



Setiap anak pasti memiliki kecerdasan musikal walaupun tingkatnya berbeda-beda, ada yang benar-benar berbakat, ada yang sekedar suka dan ada yang mengabaikannya. Secara tidak langsung orang tua pun sudah memperkenalkan musik kepada anaknya. Ketika anak masih dalam kandungan terkadang bunda bersenandung untuk calon bayinya, ketika anak telah lahir dan mulai berjalan bunda pun bernyanyi lagu-lagu anak. Namun tahukah orang tua bakat musik yang terpendam pada anaknya walaupun bunda selalu bernyanyi setiap saat?

Dikutip dari Dancow Parenting bahwasannya dalam jurnal Profil Kecerdasan Musik Anak Usia Dini, Amir Syamsudin Menjelaskan indikator perkembangan musik anak usia 4-6 tahun. Dalam hal ini, pentingnya perhatian orang tua dalam melihat respon sang anak terhadap nada, ritme, irama dan instrumen musik. Berikut adalah ciri anak yang berbakat dalam musik.

1.        Mengerti perbedaan kontras suara keras dan lembut
Perbedaan suara antara yang keras dan lembut akan mendapatkan respon anak saat mendengarkannya. Volume musik yang keras dapat membuat anak mengangguk-angguk, melompat-lompat, berjingkat-jingkat atau malah menutup telinga karena tidak mau mengdengar suara terlalu keras. Sedangkan jika lagu yang diputar mengalun pelan anak akan menggoyangkan badannya kekiri kanan, menggeleng pelan, dan bertepuk tangan.

2.       Bisa bernyanyi sesuai irama lagu
Sang anak memiliki kecerdasan musik yang baik ketika ia mampu menirukan lagu yang baru didengar dan menyanyikannya sesuai irama atau tanpa bantuan alat musik. Jika lupa syair maka anak menggantinya dengan “na..na..na”

3.       Senang memainkan alat musik
Ciri anak yang memiliki bakat bermain musik adalah ketika bernyanyi ia menirukan iringan tepuk tangan. Sang anak pun akan bernyanyi sambil memainkan atau memukul benda didekatnya.

4.       Senang belajar dengan iringan musik
Sang anak yang suka musik akan senang mendengarkan lagu sambil ia belajar. Ia akan ikut benyanyi ataupun sedikit menggoyangkan badannya ke kanan dan kiri.


Beberapa ciri tersebut menunjukkan bahwa anak dengan kriteria diatas akan memiliki bakat yang hebat dalam bermusik. Dalam hal ini, orang tua perlu mengetahui bakat anaknya. Jika orangtua telah mengetahui bakat anak dalam bermusik, berikan stimulus agar anak dapat mengembangkannya. Selalu berikan dukungan pada anak agar ia tetap percaya diri pada bakat yang dimilikinya. (Admin RA Mutiara Bunda)

Jumat, 30 September 2016

Tips Agar Anak Gemar Membaca



Membiasakan anak membaca bukanlah perkara mudah, apalagi membangun minatnya untuk membaca perlu kerja keras orang tua dalam membujuknya. Membaca merupakan kegiatan yang bisa dikatakan sebagai kegiatan yang membosankan bagi anak, karena masa mereka adalah masa bermain. Setiap orang tua tentu menginginkan agar kegiatan anak dapat seimbang, bukan cuma bermain setiap saat namun perlu juga asupan pengetahuan bagi sang anak dengan bercerita ataupun membaca.

Merangsang anak agar suka membaca memerlukan beberapa cara agar minat anak perlahan tumbuh. Memberikan contoh kepada anak dengan rajin membaca adalah salah satu cara yang efektif yang harus dilakukan oleh  orang tua. Anak akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Jika orang tua mengingkan agar anaknya gemar membaca, luangkan sedikit waktu untuk selalu membaca setiap hari. Ajak perlahan dan temani anak untuk membaca buku yang ia sukai. Bicaralah hal-hal menarik yang ditemukan dari buku yang dibaca.

Berikan kesempatan pada anak untuk memilih buku yang mereka sukai. Pada umumnya, anak suka melihat buku bergambar, walaupun pada awalnya anak hanya melihat dan belum membaca, namun hal ini memberikan stimulus pada anak agar suka dengan buku. Selain itu orang tua dapat menemani anak membaca untuk memberikan penjelasan dan arahan dalam buku bacaan.

Fasilitasi anak dengan buku bacaan tokoh kegemaran mereka, misalnya anak suka dengan tokoh kartun yang ada pada televisi, lengkapi buku bacaan dengan tokoh kartun tersebut. Anak akan cepat tertarik untuk mengambil buku yang mengandung tokoh kegemaran mereka. Sesekali, orang tua juga dapat mengajak anak mereka ke toko buku untuk memilih sendiri buku bacaan yang mereka sukai.

Menjelaskan pesan-pesan dari buku bacaan dikaitkan dengan kehidupan anak. Sampaikan pesan moral yang dengan mudah dipahami anak. Hal ini dapat menamkan perilaku yang baik kepada anak dan memperluas wawasan anak dari buku bacaan.

Memberikan apresiasi dan penghargaan bagi anak ketika mereka telah suka dengan buku.  Memberikan reward kepada anak atas hasil usahanya akan menumbuhkan kepercayaan diri yang kuat kepada anak, sehingga mereka akan melakukan tugasnya lebih baik lagi. Latih daya kritis anak dengan menanyakan beberapa hal seperti “cerita mana yang adik suka?”, “cerita mana yang adik tak suka?”, dengan demikian akan melatih anak untuk menyampaikan apa yang ia pahami.

Hidari memaksa anak untuk membaca buku. Paksaan kepada anak tentu memiliki dampak psikologis, walaupun secara nyata mereka mengikuti perintah orang tua untuk membaca namun secara psikis anak tertekan dan berdampak pada pandangan anak bahwa membaca buku hanya sebatas menggugurkan kewajiban atas perintah orang tuanya. Lakukan pendekatan secara perlahan, walau anak belum tertarik dengan buku jangan dipaksakan.


Beberapa langkah diatas dapat dilakukan oleh orang tua untuk membiasakan anak gemar membaca. Kebiasaan membaca sejak dini akan memberikan kemudahan bagi seorang anak ketika dewasa. Kenali apa yang menjadi kesukaan anak, kaitkan kegemaran mereka dengan buku bacaan. Menghukum anak yang belum suka membaca bukanlah solusi untuk membuat anak gemar membaca, justru hal tersebut menjadikan anak takut untuk membaca. (Admin RA Mutiara Bunda)

Rabu, 28 September 2016

Pengobatan Demam Pada Anak



Demam pada umumnya sering terjadi pada anak karena sistem kekebalan tubuh mereka belum cukup kuat. Demam bukanlah sebuah penyakit tetapi adalah sebuah gejala yang menyebabkan sakit. Demam terjadi ketika sistem kekebalan tubuh sedang melakukan perlawanan terhadap infeksi. Seseorang dikatakan demam ketika suhu tubuhnya mencapai 37,5° C atau lebih. Untuk mengetahui demam yang terjadi pada anak, cara yang efektif adalah dengan memeriksa suhu tubuh anak menggunakan termometer, bukan hanya dengan meraba kening atau tubuh anak.

Penyebab terjadinya demam pada anak bisa dilihat dari beberapa hal mulai dari yang ringan hingga berbahaya diantaranya; Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri atau virus seperti pilek, flu, hingga radang tenggorokan; Terjadi pertumbuhan gigi baru pada anak; Efek samping imunisasi; Sinusitis; Diare akibat makanan yang terkontaminasi (gastroentritis); Disentri; Tifus; Cacar air; Demam berdarah; Malaria dan lainnya. Beberapa penyebab demam tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh orang tua agar pengobatan yang tepat apakah sebaiknya ditangani medis atau dapat dirawat sendiri.

Pengobatan yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua saat anak mengalami demam adalah dengan memberikan banyak minum meskipun sang anak tidak haus. Hindari minuman yang mengandung kafein seperti minuman bersoda atau teh. Demam menyebabkan anak kehilangan cairan lebih cepat sehingga resiko terkena dehidrasi lebih tinggi. Selain itu, orang tua juga dapat memberikan obat penurun demam seperti paracetamol agar anak merasa lebih nyaman dan tenang. Perhatikan aturan pakai dan dosis yang tertera pada kemasan.

Berikut merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk mengatasi demam pada anak:
  • Pastikan suhu udara ruangan cukup baik. Berikan baju yang tipis agar panas tubuh bisa keluar.
  • Selalu memeriksa suhu tubuh anak secara teratur dengan termometer.
  • Buat lingkungan yang senyaman mungkin untuk anak dapat beristirahat. Anak biasanya akan rewel saat sedang mengalami demam.
  • Kompres dengan air biasa atau yang agak dingin.
  • Pastikan anak tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Tutup dengan selimut secukupnya.
  • Berikan makanan yang mudah dicerna dan yang disukai anak. Pilih makanan yang menyehatkan tubuh.
  • Berikan obat-obatan sesuai dosis dan aturan pakainya. Tanyakan kepada dokter jika merasa ragu dan jangan menggabungkan obat-obatan tanpa mengetahui kandungan dan aturan pakainya.
Beberapa langkah diatas dapat menangani gejala demam ringan pada anak. Demam juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi jika tidak ditangani dengan tepat. Sangat penting untuk mencari dan mengevaluasi gejala lain yang muncul bersamaan dengan demam. Disisi lain, demam juga bermanfaat pada sistem kekebalan tubuh anak. Meningkatnya suhu tubuh mempercepat produksi antibody dan menggandakan sel darah putih yang berfungsi untuk melawan mikroorganisme penyebab infeksi. Dalam hal ini, demam ringan bukanlah penyakit serius dan gawat. Demam semacam ini biasanya hilang dengan sendirinya. (Admin RA Mutiara Bunda)


Selasa, 27 September 2016

Lakukan Pertolongan Pertama Saat Anak Mengalami Mimisan



Anak lebih sering mengalami mimisan dibandingkan orang dewasa karena lapisan hidung anak terdapat pembuluh darah yang lebih rapuh dan mudah pecah. Kondisi tersebut biasanya dialami oleh anak yang berusia 3-10 tahun. Orang tua tidak perlu terlalu panik ketika terjadi mimisan pada anak, lakukan beberapa pertolongan pertama untuk menghentikan pendarahan pada hidung anak.

Mimisan pada anak dapat terjadi oleh karena pengaruh cuaca yang sedang kering atau kelembapan udara yang sedang rendah. Menghembuskan napas terlalu keras ketika buang ingus atau mengorek hidung terlalu dalam dapat menyebabkan mimisan pada anak. Penyebab lainnya adalah benturan pada hidung atau adanya benda asing yang masuk kedalam hidung. Dari keseluruhan penyebab, biasanya flu dan alergi terhadap cuaca dingin dianggap sebagai penyebab terjadinya mimisan.

Kehadiran orang tua maupun orang disekitar anak hendaknya melakukan pertolongan pertama pada anak diantaranya:

-          Tenangkan anak agar lebih mudah melakukan pertolongan.


-     Dudukkan anak dengan posisi kepala agak menunduk. Minta agar anak tidak bersandar untuk menghindari kemungkinan darah mengalir dari saluran hidung bagian dalam ke tenggorokan atau kerongkongan. Jika ini terjadi, kemungkinan dapat menyebabkan anak tersedak bahkan bisa mengalami batuk atau muntah.

-          Mintalah agar anak bernapas melalui mulut.

-          Tutup hidung menggunakan tisu atau lap dengan cara menekan bagian hidung yang lunak. Tekan bagian hidung yang lunak sekitar 10 menit dengan kekuatan tekanan yang stabil. Hal ini bertujuan untuk menghentikan pendarahan. Hindari memasukkan lap atau tisu kedalam hidung anak dengan maksud menghentikan pendarahan.

-          Setelah 10 menit, lepaskan, kemudian perhatikan apakah pendarahan sudah berhenti atau belum. Jika pendarahan belum berhenti, ulangi langkah tersebut.

Keadaan ini bisa menjadi serius dan harus segera ditangani oleh tenaga medis adalah ketika;

-          Telah melakukan pertolongan pertama dengan menekan hidungnya selama 10 menit, sebanyak dua kali, namun darah belum berhenti mengalir.

-          Anak tampak lemas dan pucat, sulit diajak berkomunikasi dan tubuh berkeringat.

-          Darah yang keluar diperkirakan sudah terlalu banyak.

-   Anak mengalami batuk atau muntah karena darah dari hidung terlanjur mengalir ke kerongkongan, lalu ke mulut dan mungkin tertelan.

-          Mimisan terlalu sering, yaitu lebih dari dua kali seminggu.

Pertolongan pertama tersebut setidaknya dapat dilakukan oleh orang tua maupun orang sekitar ketika terjadi mimisan pada anak. Sebagai orang tua hendaknya mengantisipasi agar anak tidak mengalami mimisan dengan mencegah anak memasukkan benda asing kedalam hidung, mengajari anak tidak menghembuskan napas terlalu kencang saat buang ingus, pastikan kuku anak bersih dan tidak panjang, dan senantiasa mengawasi anak bermain untuk mencegah benturan pada hidung anak. (Admin RA Mutiara Bunda)


Senin, 26 September 2016

Tips mengendalikan anak cengeng



Sudah sewajarnya bila seorang anak menangis, karena hal tersebut merupakan luapan emosional yang disampaikan sang anak ketika ia tidak dapat menjelaskan keinginannya ataupun tidak mendapatkan keinginannya. Hal ini juga bisa menjadi momen yang buruk jika anak menangis disuatu acara dan tidak mau berhenti menangis, karena semua pandangan tamu akan tertuju pada anak itu dan orang tua pun akan kepayahan untuk menenangkan anak. Namun bila anak sering menangis karena hal-hal yang sepele butuh tanggapan khusus bagi orang tua agar tidak terbawa hingga ia dewasa.

Pendekatan orang tua kepada anak yang sering menangis harus dilakukan dengan beberapa cara. Memarahi anak bukanlah solusi yang tepat untuk menenangkan anak, justru akan berdampak pada jiwa sosialnya dan bahkan saat ia dewasa. Ketika anak tersebut memiliki adik yang menangis maka dengan spontan ia akan memarahi adiknya untuk berhenti menangis. Ketika ia dewasa pun akan melakukan cara yang sama ketika anaknya menangis. Maka pendekatan orang tua kepada anaknya harus melihat kondisi psikis anak, karena anak selalu  mengikuti tingkah laku orang tua.

Mengajak anak berbicara menjadi salah satu pendekatan yang efektif bagi orang tua kepada anak yang menangis. Mencari tahu apa keinginan anak dengan berbicara perlahan dengan kalimat-kalimat positif seperti: “Coba bicara baik-baik adik mau apa?”, “Kalau kakak hanya menangis ayah bunda tidak tahu apa keinginanmu. Coba cerita baik-baik”, kalimat-kalimat tersebut akan membiasakan dan merangsang anak untuk bercerita atau mengutarakan keinginannya kepada orang tua lewat kata-kata bukan dengan tangisan.

Hindari pelabelan anak cengeng. Sebagai orang tua tentu akan merasa kebingungan mengatasi anaknya yang selalu menangis. Walaupun demikian, orang tua sebaiknya menghindari kata-kata “anak cengeng”, “dasar cengeng!” dan lainnya, karena akan mempengaruhi kepercayaan diri anak dan selalu beranggapan bahwa dirinya adalah cengeng. Kemandirian anak pun akan menurun karena ia tidak berani melakukan sesuatu dengan dirinya sendiri dan takut salah.

Batasi untuk memanjakan anak. Salah satu faktor anak selalu menangis adalah ia tidak mendapatkan keinginannya. Ketika anak menginginkan mainan disebuah market kemudian sang ibu tidak mengabulkannya maka anak akan menangis sepanjang perjalanan. Dalam hal ini, seorang ibu yang lebih mengetahui apa saja yang diperlukan anaknya. Menuruti keinginan anak bisa dilakukan sesekali dan hindari kebiasaan untuk memenuhi segala kemauan anak. Jika sang ibu selalu menuruti keinginan anaknya yang menangis, maka tangisan menjadi senjata utama anak untuk mendapatkan keinginannya dan ia akan terbiasa menjadi anak yang manja.

Memberikan pemahaman kepada anak juga menjadi cara untuk tidak memanjakan anak. Ketika anak menangis karena tidak terpenuhi keinginannya, tenangkan dahulu kondisi emosional anak. Setelah itu berikan pemahaman yang baik kepada anak seperti: “bunda sekarang belum bisa belikan itu, kalau bunda sudah ada uang nanti bunda belikan”, “mainan adik masih banyak dirumah, nanti saja ya beli yang itu”. Jelaskan kondisi-kondisi yang memungkinkan anak paham, namun orang tua pun harus konsisten dengan janji yang telah disampaikan kepada anak, agar anak mau memahami dan percaya kepada orang tuanya.


Beberapa tips diatas dapat mengendalikan anak yang sering menangis. Orang tua pun akan tenang bila anak mau berbagi cerita, menyampaikan keinginannya, bercanda ria bukan hanya menangis. Kondisi-kondisi semacam itu perlu dibentuk pada diri anak melalui pendekatan yang sesuai. Jika anak sudah nyaman dengan pendidikan didalam rumah, maka ia akan berbalas budi saat dewasa kelak. (Admin RA Mutiara Bunda)

Minggu, 25 September 2016

Tips Mendidik Anak Pendiam Agar Berani Bersosialisasi



Seorang anak akan terlihat karakteristiknya bila telah memasuki masa prasekolah. hal ini dikarenakan anak telah mulai mengenal lingkungan sekitar selain kedua orang tua dan keluarganya. Terkadang seorang anak memiliki karakteristik selalu bertanya ini itu tentang hal-hal baru yang dilihatnya, ada yang ceria saat bermain dengan teman sebayanya, dan ada pula yang hanya memperhatikan temannya bermain atau pasif.

Karakteristik anak pasif atau pendiam diperlukan pendekatan khusus agar anak tersebut mampu bersosialisasi dan bersahabat dengan rekan sebayanya. Anak yang pendiam cenderung menarik diri dari keramaian dan lebih memilih menyendiri dan melakukan kegiatannya sendiri. Isolasi diri ini sebaiknya diketahui oleh orang tua maupun guru agar tidak terbawa hingga dewasa. Disisi lain, diamnya anak bisa berarti karena ia malu atau takut dengan keadaan yang baru dikenalnya, namun hal ini bisa diatasi dengan memberikan dukungan secara terus menerus hingga anak merasa percaya diri dan berani bersosial dengan yang lain.

Seorang guru maupun orang tua perlu memahami kondisi psikologi anak dengan baik agar anak tersebut dapat dididik sesuai dengan karakteristiknya. Anak pendiam dapat diberikan stimulus dengan memilih teman yang lebih aktif. Kondisi semacam itu dapat memberikan pengaruh terhadap anak pendiam agar mulai berinteraksi dengan rekannya walaupun dalam lingkup yang kecil. Hal ini pun dapat diterapkan oleh gurunya di sekolah dengan memasangkan teman sebangku yang lebih aktif, namun bila sang anak tidak mau dipasangkan bisa diatasi dengan model belajar mini group.

Pola pengaturan kelas yang baik dapat mengefektifkan siswa baik dalam pelajaran maupun dalam hubungan sosial. Anak pendiam lebih menyukai grup yang sedikit karena secara tidak langsung perhatian guru terhadap semua anak dapat terbagi rata. Dalam lingkungan keluarga, orang tua perlu memberikan perhatian lebih agar anak pendiam dapat mulai terbuka dan mau berbagi cerita.

Memberikan tanggung jawab atau tugas kepada anak pendiam dapat menstimulus mereka agar mampu bersosialisasi. Tugas disini bukan berarti PR sekolah akan tetapi tugas yang berkaitan dengan tanggung jawab seperti: piket kelas, membukakan pintu rumah ketika ada tamu, dipasangkan dengan yang lebih muda ketika belajar kelompok. Tanggung jawab semacam itu dapat memberikan stimulus anak untuk berani bersosialisasi karena keseluruhan tanggung jawab tersebut berkaitan dengan interaksi kepada orang lain. Memberikan sanjungan dan apresiasi yang positif sangat mungkin untuk meningkatkan kepercaya dirian anak pendiam sehingga ia merasa dihargai dan berani untuk melakukan tanggung jawabnya dengan baik.


Beberapa tips diatas memberikan gambaran bahwa mendidik anak pendiam dibutuhkan kerjasama antara guru dan orang tua. Sinergi yang searah akan mampu membiasakan anak pendiam untuk bersosialisasi dengan orang lain. Penanganan tersebut dapat mengatasi psikologis anak yang akan berdampak saat dewasa kelak. Anak pendiam memiliki guncangan emosi yang lebih besar dibanding anak yang aktif, hal ini bisa berakibat ekstrim saat dewasa karena tidak bisa mengendalikan emosi dirinya sendiri hingga menyebabkan tindakan kriminal, pengrusakan hingga bunuh diri. Untuk itu, orang tua perlu mengetahui karakteristik setiap anaknya dan selalu berinteraksi agar pendekatan orang tua kepada anak tetap terhubung hingga anak dewasa. (Admin RA Mutiara Bunda Official Page)

Sabtu, 24 September 2016

Membentuk Karakter Anak Sejak Dini (Part 2)



Bimbingan orang tua yang intens terhadap anaknya dapat memberikan stimulus untuk membentuk kepribadian sang anak. Perlunya kesadaran orang tua dalam mendidik dan membentuk perilaku anak sejak usia dini, karena diera saat ini bangsa kita mengalami krisis moral yang sangat tinggi. Dimana anak sudah mengenal dunia maya dan gadget yang tidak ada batasan umur bagi penggunanya. Dampaknya pun akan mempengaruhi perilaku anak. Beberapa orang tua yang memiliki kesibukan cukup padat memandang bahwa gadget adalah cara terbaik untuk menenangkan anak, justru hal tersebut akan berdampak pada individualitas anak yang sangat tinggi.

Seorang anak akan mulai mengikuti tingkah laku orang disekitarnya pada masa memasuki usia 3-5 tahun. Sebagaimana  dijelaskan oleh Erikson (1963) dalam tahapan psikososial bahwasannya di masa play age anak memasuki tahapan inisiatif dalam berperilaku, artinya ia ingin melakukan sesuatu berdasarkan pengamatannya. Peran orang tua sebaiknya selalu membimbingnya dengan menanamkan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat seperti; membiasakan bertutur kata baik, rendah hati, pemaaf, tidak sombong, berempati dan lainnya.

Pada fase usia 5-12 tahun (school age) adalah fase dimana anak mulai mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya. Dalam Islam, pada usia ini anak mulai ditegaskan dalam menjalankan Ibadah sholat yang menjadi kewajiban kaum muslim. Pada fase ini pun keuletan anak dalam menjalankan tugas yang diberikan sangat tinggi, karena usia anak telah memasuki usia sekolah yang mana interaksi anak sudah mulai keluar dari lingkungan keluarga menuju lingkungan sekolah. Dalam hal ini, peran orang tua mulai bersinergi dengan lingkungan sekolah dalam mendidik anak agar terbentuk kepribadiannya, bukan seutuhnya dipasrahkan kepada pihak sekolah dan menjadi tanggung jawab penuh oleh sekolah.

Peran antara orang tua dan guru menjadi tanggung jawab mereka pada fase school age. Menjalin komunikasi yang intens antara orang tua dan pendidik menjadi salah satu kunci dalam mengembangkan kepribadian anak. Seorang pendidik dapat menjelaskan bagaimana perkembangan akademik anak, bagaimana jiwa sosial anak selama di sekolah, bagaimana perilaku terhadap teman-temannya dan hal yang berkaitan dengan aktifitas selama disekolah. Orang tua pun perlu mendidiknya kembali selama dirumah dengan memberikan nasihat, belajar bersama, membiasakan untuk bertanggung jawab terhadap tugas, bertutur kata dengan baik dan menjaga sopan santun kepada orang yang lebih tua.

Membiasakan perilaku-perilaku tersebut akan membentuk karakter anak sejak dini ia akan mampu menjaga dirinya ketika memasuki usia remaja. Pada fase pencarian jati diri (remaja) merupakan fase yang sulit dihadapi bagi orang tua karena anak telah mengenal lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Orang tua berperan sebagai figur yang dapat dicontoh oleh anaknya. Memberikan kasih sayang seutuhnya dan nasihat kepada anak dapat membuat anak merasa nyaman dan mampu menyaring perilaku mana yang baik untuk dilakukan dan yang perlu ditinggalkan. (Admin RA Mutiara Bunda Official Page)


Jumat, 23 September 2016

Membentuk Karakter Anak Sejak Dini (Part 1)


Membiasakan perilaku baik anak merupakan kewajiban orang tua sebagai sumber utama dalam membentuk kepribadian anak yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. Seorang anak masih menjadi tanggung jawab orang tua hingga dewasa; baik dalam pendidikan, kesehatan, perilaku dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anak. Disisi lain, pengaruh lingkungan sekitar perlu menjadi prioritas utama bagi orang tua untuk selalu mengawasi perilaku anak, karena lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi perilaku anak menjadi buruk begitu pun sebaliknya.

Membentuk karakter anak sejak dini dapat dimulai sejak usia bayi. Sebagaimana dijelaskan oleh seorang Psikososial asal Jerman, Erik Erikson (1963) dalam tahap psikososial menyebutkan bahwasannya pada masa usia bayi adalah bagaimana membangun rasa percaya kepada lingkungan bayi tersebut. Pada umumnya, bayi akan selalu menangis untuk mencoba berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, lingkungan terdekat dari bayi adalah orang tua. Pentingnya kepekaan orang tua dalam memahami kebutuhan bayi dan memberikan kasih sayang secara utuh agar bayi merasa nyaman dan terlindungi.

Pada masa ini juga, orang tua sebaiknya terus menstimulasi bayi dengan mengajak berkomunikasi, berkata positif, dan memberikan sentuhan fisik yang penuh kasih sayang. Berkomunikasi dengan bayi dapat menggunakan kata-kata positif yang mengandung makna semangat, motivasi dan memberikan apresiasi misalnya: pintarnya anak bunda, ayah dan bunda sayang kamu, duh cantiknya anak ayah dan beberapa kata positif lainnya. Dengan membiasakan komunikasi verbal kepada bayi akan membentuk karakter percaya diri yang kuat pada diri anak.

Menginjak masa berikutnya yaitu 1-3 tahun adalah masa membentuk rasa percaya diri anak. Biasanya beberapa anak masih menerka-nerka, malu dan takut untuk berinteraksi selain dengan orang tuanya. Hal ini dapat diatasi dengan selalu memberikan kata-kata positif kepada anak agar dapat mengontrol emosionalnya ketika bertemu orang lain. Penanaman tauhid pun dapat dilakukan sejak masa ini agar anak mulai mengenal sang Pencipta dan ajaran agama. Selain itu, pada masa ini juga merupakan masa eksplorasi dimana anak ingin mencoba segala sesuatu. Sebagai orang tua sebaiknya tidak membatasi ruang gerak anak karena akan berdampak pada kemandirian anak.

Pada tahap berikutnya saat anak menginjak umur 3-5 tahun adalah masa play age. Pada masa ini, seorang anak masih suka bereksplorasi dan ingin mengetahui segala sesuatu yang dilihatnya. Interaksi anak dan lingkungannya pun semakin luas, mulai dari berteman dengan anak lain, mulai banyak bertanya dan mulai meniru hal-hal yang baru. Pola asuh yang salah dapat menyebabkan anak merasa bersalah dan berdiam diri. Sikap tersebut justru akan membuat anak merasa takut salah untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini, anak akan selalu berinisiatif untuk melakukan sesuatu dari rasa ingin tahu yang mereka alami.

Pendekatan dan pola asuh orang tua kepada anaknya perlu disesuaikan dengan tingkat kognitif anak, apakah anak sudah bisa dinasehati ataukan masih harus diarahkan dan dibimbing. Pola-pola semacam itu harus diketahui oleh orang tua agar tidak salah mendidik yang nantinya akan berdampak pada perilaku anak. Penanaman semua nilai-nilai karakter seperti keberanian, percaya diri, mandiri, tanggung jawab, santun, menghormati dan lainnya dapat dilakukan sejak anak mulai memasuki pendidikan awal (Pendidikan Anak Usia Dini) karena pada masa itu anak sudah bisa memahami apa yang disampaikan orang tuanya. (Admin RA Mutiara Bunda Official Page)



Kamis, 22 September 2016

Bunda, Yuk Kenali Ciri-Ciri Anak Cerdas


Semua orang tua tentu akan bangga ketika anak mereka memiliki prestasi yang luar biasa selama di sekolah, karena kebanyakan orang tua memandang bahwa kecerdasan intelektual seorang anak baru bisa diukur ketika anak-anak mereka memasuki dunia pendidikan. Namun sebuah kecerdasan tidak hanya dapat diukur pada taraf ilmu pengetahuan, nilai dan prestasi yang diraih seorang anak selama di sekolah, karena pada umumnya masing-masing anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda.

Dikutip dari Tempo.CO menyebutkan bahwa terdapat hasil riset Harvard University yang dilakukan oleh Thomas Amstrong, Ph.D mengenai multiple intelligences yang dimiliki seorang anak diantaranya:

1.       Word smart; kepintaran yang ditandai oleh kecendrungan anak suka membaca, menulis berbicara dan mendengarkan. Pendekatan orang tua yang sebaiknya dilakukan adalah dengan kegiatan seperti bercerita, membaca bersama atau berdialog dengan anak.

2.       Self smart; memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mengetahui cita-citanya kelak dan suka bermain sendiri. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan sering diajak berbicara mengenai perasaan dan pendapat anak dalam berbagai hal.

3.       Body Smart; suka membuat sesuatu, menyentuh, mengamati benda-benda disekitarnya. Permainan menyusun balok atau kegiatan fisik akan sangat membantu anak dalam meningkatkan kecerdasannya.

4.       Nature Smart; menyukai alam bebas, suka dengan binatang, peduli dengan lingkungan. Mengajak anak jalan-jalan ke alam bebas dapat menstimulasi jenis kecerdasan ini.

5.       Number Smart; tertarik pada angka, matematika, sains dan sesuatu yang berkaitan dengan logika. Mengajak anak mengunjungi museum dan bermain monopoli bisa menjadi pilihan orang tua untuk menstimulasi kecerdasan anak.

6.       Picture Smart; ketertarikan dengan kegiatan menggambar, suka berimajinasi, dan bermain membangun sesuatu. Menemani anak dan memberikan apresiasi terhadap hasil karyanya dapat menstimulasi kecerdasannya.

7.       Music Smart; kecendrungan anak suka bernyanyi, menggoyangkan badan mengikuti irama dan mendengarkan music. Orang tua dapat mengajak anak bernyanyi atau bermain musik untuk mengasah kecerdasan anak.

8.        People Smart; suka bermain bersama teman-temannya, memiliki empati, suka memimpin dan memahami perasaan orang lain. Tidak membatasi anak, memberikan nasihat dan selalu mengawasi kegiatan mereka dapat mendukung kecerdasan anak.


Delapan multiple intelligences tersebut tentu dimiliki oleh masing-masing anak yang berbeda. Bahkan tidak heran bila seorang anak dapat memiliki kecerdasan lebih dari satu dari delapan jenis kecerdasan diatas, nantinya akan dilihat kecendrungan mana yang lebih menonjol pada diri seorang anak. Dalam hal ini, setiap orang tua juga perlu mengetahui kecerdasan yang dimiliki oleh anaknya agar dapat mengembangkan jenis kecerdasan yang disukai oleh anak itu sendiri. (Admin RA Mutiara Bunda Official Page)

Rabu, 21 September 2016

Kenali Sikap Anak Broken Home


Istilah broken home sudah sangat lazim terdengar dikalangan masyarakat, tidak sedikit pula kasus broken home yang terjadi khususnya di Indonesia, baik dari kalangan masyarakat bawah, menengah hingga publik figur sekalipun. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perceraian di dalam sebuah keluarga diantaranya: perselingkuhan, sikap dan watak pasangan, kurangnya perhatian dan pengertian pasangan serta dukungan orang tua yang tidak sejalan.

Akibat dari perceraian sebuah keluarga menyebabkan anak mereka yang menjadi korban. Semua anak di dunia ini tentu sangat mengharapkan kasih sayang dari kedua orang tuanya bukan hanya sepihak, sehingga beberapa anak broken home mengalami beban psikologis yang menyebabkan ia sedikit berbeda dari anak normal secara umum. Jarang sekali orangtua mengetahui kondisi psikologis seorang anak hingga masing-masing dari orang tua lebih mengedepankan ego mereka untuk bertengkar maupun bercerai.

Pada umumnya, dampak dari seorang anak dapat terlihat selama pergaulannya bersama teman di sekolah. Beberapa dampak psikologis dari anak broken home diantaranya:

1.       Anak menjadi nakal

Tidak semua anak bandel adalah karakter dari diri mereka sendiri. Anak menjadi nakal bisa jadi karena faktor yang melatarbelakanginya. Sifat anak yang berubah secara drastis perlu diketahui oleh para pendidik di sekolah. Sehingga Di sekolah-sekolah disediakan guru bimbingan konseling yang bertugas mengatasi masalah anak. Dalam prinsip konseling anak, seorang konselor tidak dapat menjudge anak nakal itu salah, tetapi mereka perlu tahu apa penyebab mereka melakukan perbuatannya.

2.       Anak menjadi pendiam

Beberapa anak tentu tidak dapat meluapkan kekecewaan mereka terhadap orang tuanya yang tidak rukun. Menjadi pendiam adalah jalan yang diambil untuk tidak merumitkan masalah keluarganya. Tentu hal ini dapat berdampak pada psikologis seorang anak yang mengakibatkan ia menjadi kurang sosialis, malas, tidak bersemangat dan terus memendam kekesalannya, bahkan anak yang berprestasi pun akan merosot dalam akademiknya akibat dari broken home.

3.       Sedih yang berkepanjangan

Anak broken home memiliki latar belakang keluarga yang rumit. Kesedihan pada seorang anak tentu tidak dapat dihindari. Masa keceriaan seorang anak dilalui dengan kesedihan yang berkepanjangan. Seorang anak yang tidak dapat menempa diri dan terus belajar akan larut dalam kesedihan dan tidak dapat mencapai masa depannya yang lebih baik.

4.       Anak menjadi baik

Sangat jarang terjadi pada diri anak broken home. Biasaya anak seperti ini memiliki kepekaan dan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari orang lain pada umumnya. Ia memandang secara dewasa akan masalah yang dihadapinya, dan yakin bahwa pertengkaran kedua orang tuanya tidak dapat menghancurkan masa depannya.


Beberapa dampak diatas perlu diketahui oleh para orang tua dan juga para pendidik untuk memperhatikan kondisi psikologis seorang anak ketika mengalami perubahan. Pertengkaran dalam keluarga tentu bisa terjadi, sebagai orang tua juga harus bersikap dewasa ketika menghadapi masalah, dalam artian menjauhkan sikap kekerasan baik fisik maupun lisan dihadapan seorang anak, karena kekerasan dalam keluarga yang dilihat maupun didengarkan langsung oleh anak dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya. Dalam hal ini, masa depan anak berada pada kondisi keluarganya. Kedewasaan, pengertian dan perhatian perlu dijaga demi kelangsungan keluarga yang harmonis. (Admin RA Mutiara Bunda Official Page)

Selasa, 20 September 2016

Pendidikan Anak dalam Keluarga


Anak merupakan cikal bakal generasi sebuah keluarga dalam menjaga etika dan martabat kedua orangtuanya. Baik buruknya perilaku seorang anak menjadi tanggungjawab kedua orang tua nya dalam mendidik mereka di rumah. Terdapat sebuah kiasan yang seringkali dikaitkan dalam hal keluarga, yaitu: ‘Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’. Kiasan tersebut menggambarkan bahwasannya pendidikan didalam keluarga adalah salah satu aspek penting untuk membentuk etika, norma dan perilaku seorang anak.
Keharmonisan keluarga pun menjadi salah satu aspek yang perlu diwaspadai. Mengingat bahwasanya dampak dari kehancuran masa depan seorang anak adalah rusaknya hubungan harmonis keluarga baik antara orangtua, keluarga, maupun diri anak itu sendiri. Selain itu, terdapat beberapa orang tua yang belum siap secara mental maupun materil dalam membangun sebuah keluarga, baik karena sebab pernikahan dini maupun karena hubungan yang tidak lazim.
Beberapa problema tersebut akan menjadi masalah yang sangat kompleks bila tidak segera diatasi dengan beberapa hal berikut:
1.       Memilih pasangan
Hubungan pernikahan yang langgeng dan harmonis dimulai saat adanya keserasian dan kecocokan antar pasangan. Memilih calon suami/istri merupakan awal dari pendidikan dalam keluarga, karena baik tidaknya watak seorang anak merupakan hasil dari pendidikan ayah dan ibu nya selama dirumah.
2.       Mengajarkan ajaran agama pada Anak
Mengenalkan ajaran agama kepada anak dapat memberikannya pedoman hidup dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari. Dalam Islam dijelaskan bahwa seorang anak lahir dalam keadaan suci (fitrah), yang menjadikan ia majusi atau nasrani adalah dari kedua orang tuanya.
3.       Memberikan contoh yang baik kepada anak
Suri tauladan yang ditunjukkan kedua orang tuanya dapat membiasakan seorang anak dalam berperilaku sehari-hari. Pada umumnya seorang anak mencari publik figur yang akan menjadi idola mereka, tentu orangtua sangat bahagia bila merekalah yang menjadi idola bagi anak-anak mereka.
4.       Membiasakan untuk menasihati
Saling memberikan nasihat dapat mengajarkan anak akan nilai-nilai kehidupan. Di era globalisasi saat ini orang tua hanya mampu memberikan nasihat kepada anaknya agar tidak terjerumus dalam budaya kebebasan, apalagi anak mereka yang telah menginjak usia remaja. hubungan harmonis antara anak dan orang tua perlu ditekankan agar orang tua dapat mengawasi anaknya setiap hari. Selain itu, memberikan nasihat juga tidak melulu kepada anak, tetapi juga antara ayah dan ibu sendiri agar hubungan harmonis keluarga tetap terjaga.

Empat hal diatas mengingatkan kita bahwa pendidikan dalam keluarga adalah prioritas utama yang harus didahulukan. Istilah madrasatul ula bagi seorang ibu sudah sepantasnya dilakukan dengan dukungan suami sebagai ayahnya agar seorang anak dapat berperilaku baik dan berbudi pekerti. Pendidikan sekolah pun tidak akan mampu merubah perilaku seorang anak bila tidak dibarengi dengan pendidikan keluarga. (Admin RA Mutiara Bunda Official Page)